PERAN TEKNOLOGI INFORMASI DALAM HUBUNGAN
STRUKTUR ORGANISASI DAN LINGKUNGAN
(SUATU KAJIAN TEORI)
A. PENDAHULUAN
Perubahan dalam lingkungan
usaha yang diakibatkan oleh globalisasi tidak terlepas dari perkembangan
teknologi informasi. Hal ini disebabkan karena perusahaan dituntut untuk
melakukan respon terhadap perubahan yang terjadi dengan berinvestasi pada
bidang teknologi informasi. Dewasa ini, perhatian terhadap penyesuaian struktur
organisasi yang melibatkan teknologi informasi semakin meningkat. Teknologi
informasi memiliki kemampuan dalam mengimbangi perubahan-perubahan struktur
organisasi namun terdapat perdebatan yang terjadi dalam literatur sistem
informasi.
Teknologi informasi adalah
teknologi yang digunakan untuk menghasilkan informasi. Teknologi informasi
adalah segala cara atau alat yang yang terintegrasi yang digunakan untuk
menjaring data, mengolah dan mengirimkan atau menyajikan secara elektronik
menjadi informasi dalam berbagai format yang bermanfaat bagi pemakainya. Dewasa
ini, perhatian terhadap penyesuaian struktur organisasi yang melibatkan
teknologi informasi semakin meningkat. Teknologi informasi memiliki kemampuan
dalam mengimbangi perubahan-perubahan struktur organisasi, namun terdapat
perbedaan dalam menempatkan teknologi informasi sebagai variabel (moderating ataukah intervening) dan hasil yang berkaitan dengan peran teknologi
informasi juga belum konklusif. Artikel ini mencoba untuk menelaah/mengkaji
kembali peran teknologi informasi dalam hubungan antara struktur organisasi
dengan lingkungan. Untuk menelaah mengenai masalah diatas, dilakukan telaah
teori dan kajian terhadap hasil penelitian-penelitian sebelumnya yang relevan.
Hasil telaah teori dan kajian terhadap
penelitian-penelitian sebelumnya relavan adalah bahwa teknologi informasi dapat
ditempatkan/ diperlakukan sebagai variabel mediating
(intervening) dalam hubungan antara
atribut lingkungan dengan atribut struktur organisasi. Hal ini disebabkan
karena tingginya tingkat pemanfaatan/penggunaan teknologi informasi di perusahaan
dan penerapan teknologi informasi merupakan kebutuhan yang penting dalam
mengelola aktivitas-aktivitas bisnis perusahaan. Adapun peran teknologi dalam
hubungan antara atribut lingkungan dengan atribut struktur organisasi adalah
teknologi informasi sebagai mediator/perantara dalam hubungan tersebut.
Teknologi informasi sudah menjadi elemen penting dalam pencapaian tujuan
organisasi untuk mengatasi ketidakpastian lingkungan. Keberadaan teknologi
informasi sangat diperlukan untuk menciptakan respon struktural yang diinginkan
pihak manajemen dalam mengantisipasi adanya perubahan lingkungan.
Literatur
kontemporer juga memberikan pengetahuan yang terbatas mengenai dampak
teknologi informasi yang secara sempit menekankan pada sifat deterministik dari
keterkaitan antara teknologi informasi dengan organisasi perusahaan. Orlikowski
dan Baroudi (1991) dalam Darma, G.S (2000) menyatakan bahwa akan muncul
perspektif yang lebih baru yang mendorong dilakukannya penyelidikan terhadap
interaksi yang tengah berlangsung antara teknologi informasi dan organisasi.
George dan King (1991) dalam Tjakrawala (2002) berpendapat bahwa pada
tahun-tahun awal kehadiran pemrosesan data, banyak peneliti menganggap bahwa
teknologi informasi sebagai faktor utama penentu organisasi yang mempengaruhi
rancangan struktur organisasi secara bersamaan pada ukuran organisasi,
teknologi produksi dan lingkungan. Masalah utama dalam meneliti hubungan
teknologi informasi dengan struktur organisasi adalah bagaimana memperlakukan
teknologi informasi sebagai variabel penelitian. Lebih lanjut George dan King
(1991) dalam Tjkrawala (2002) menyatakan bahwa peran teknologi informasi adalah
sebagai penunjang atau pendorong bagi perusahaan sehingga penting untuk
mempertimbangkan teknologi informasi sebagai variabel moderating terhadap
hubungan antara variabel lingkungan dengan struktur organisasi. Berbeda dengan
George dan King, Lee dan Grover (2000) menempatkan teknologi informasi sebagai
mediator (variabel intervening) dalam hubungan antara atribut lingkungan dengan
atribut struktur organisasi dengan membuat dua asumsi fundamental yang
berkenaan hubungan antara teknologi informasi dan struktur organisasi. Terdapatnya
perbedaan dalam menempatkan teknologi informasi sebagai variabel (moderating ataukah intervening) dan belum konklusifnya hasil yang berkaitan dengan
peran teknologi informasi, maka artikel ini mencoba untuk menelaah/mengkaji
kembali peran teknologi informasi dalam hubungan antara struktur organisasi
dengan lingkungan. Untuk menelaah mengenai masalah diatas, dilakukan telaah
teori dan kajian terhadap hasil penelitian-penelitian sebelumnya yang relevan.
B. KAJIAN TEORI
1. Teori Kontinjensi
Teori
kontinjensi merupakan premis untuk menjelaskan variasi yang terjadi dalam
struktur organisasi. Beberapa penelitian menyatakan bahwa desain organisasi
adalah kontinjen atau tergantung pada ketidakpastian lingkungan. Teori
kontinjensi dalam arti luas menyatakan bahwa keefektifan organisasi merupakan
suatu fungsi kesesuaian antara sistem dan lingkungan dimana suatu organisasi
tersebut beroperasi (Duncan dan Moores, 1989). Efektifitas dari suatu sitem
ditentukan oleh sejauhmana faktor-faktor kontekstual mempengaruhi persyaratan
kondisional dari suatu sistem. Artinya bahwa sistem yang semakin konsisten
dengan faktor-faktor kontekstual akan semakin efektif sistem tersebut, begitu
pula sebaliknya. Sehingga, dapat dikatakan bahwa konsep sentral dari teori
kontinjensi adalah kesesuaian (Drazin dan Van de ven, 1995) dalam Fisher
(1998). Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa efektif tidaknya suatu
organisasi dipengaruhi oleh tingkat kesesuaian antara sistem organisasi
tersebut dengan lingkungannya.
Lingkungan
merupakan salah satu variabel yang kontinjen, artinya bahwa bahwa didalam
lingkungan itu sendiri dipenuhi oleh kondisi ketidakpastian. Gordon dan Miller
(1976) dalam Imam Ghozali (1995) membuat konsep mengenai variabel yang
kontinjen yaitu lingkungan, karakteristik organisasi dan gaya pengambilan
keputusan. Variabel-variabel kontinjen tersebut digunakan untuk mendesain
sistem informasi akuntansi. Waterhouse dan Tiessen (1978) dalam Imam Ghozali
(1995) mengajukan konsep untuk mengidentifikasi kebutuhan pengendalian pada
berbagai tipe organisasi dan implikasinya terhadap sistem akuntansi manajemen
dengan dua variabel utama yaitu lingkungan dan teknologi. Otley (1980) dalam
Mardiyah (2000) berpendapat bahwa justifikasi penerapan teori dalam sistem
informasi akuntansi adalah penting dalam efek teknologi, efek struktur
organisasi dan efek lingkungan. Fiesher (1998) berpendapat bahwa kesesuaian
antara sistem kontrol dengan variabel kontinjensi akan meningkatkan kinerja
organisasi. Dari beberapa pendapat diatas memberikan gambaran bahwa Struktur
organisasi, lingkungan dan teknologi khususnya teknologi informasi merupakan
tiga faktor penting yang saling berhubungan dalam peningkatan kinerja dan
efektifitas organisasi.
2. Teknologi Informasi dan Akuntansi
Manajemen
Istilah
sistem informasi meliputi pemanfaatan teknologi informasi bagi para manajer.
Teknologi informasi itu sendiri adalah teknologi yang digunakan untuk
menghasilkan informasi dan menyebarkannya baik yang bersifat finansial maupun
non finansial. Husein dan Wibowo (2000) meyatakan bahwa teknologi informasi
berpengaruh terhadap struktur organisasi, cara berbisnis, cakupn organisasi,
pekerjaan dan karir dari manajer organisasi. Teknologi informasi berdampak pada
berbagai aktivitas manajemen yang berhubungan dengan data dimana elemen
utamanya meliputi input/perolehan data, pemrosesan data, penyimpanan data dan
perolehan kembali data yang menjadi hal yang sangat penting bagi organisasi.
King et al (1991) dalam Ashton (1991) menyatakan bahwa kemajuan teknologi
informasi memungkinkan lebih banyak data dapat dikumpulkan dengan cepat dalam
lokasi yang jauh sekalipun, memungkinkan peningkatan jumlah data yang disimpan
siap diakss, menyebabkan data yang dapat diproses, dimodifikasi an ditampilkan
kembali secara cepat serta memungkin manajemen memperoleh kembali data dari
lokasi yang jauh dengan cepat tanpa adanya perantara.
Teknologi
informasi akhir-akhir ini telah menjadi isu penting dalam akuntansi manajemen.
Akuntansi manajemen secara tradisional difokuskan pada score keeping (bagaimana tugas dilakukan dengan baik), attention-directing (masalah mana yang
seharusnya diperhatikan), problem solving
(alternatif mana yang seharusnya dipilih) dalam tingkatan/hirarki keputusan
operasional manajemen (Simon, 1954) dalam Ashton (1991). Shield (1997) dalam
Indriantoro (1999) menyatakan bahwa penelitian akuntansi manajemen secara
berkelanjutan hendaknya diarahkan pada teknologi informasi untuk mengakomodasi
perubahan organisasi dan lingkungan yang relevan. Penelitian tentang akuntansi
manajemen yang diarahkan pada teknologi informasi difokuskan pada empat aspek
(Ashton et al, 1991) yaitu: bagaimana dampak perkembangan teknologi pada aspek score keeping; aspek attention-directing; aspek problem solving dalam akuntansi
manajemen dan dampak perkembangan teknologi informasi pada peran akuntan
manajemen. Keuntungan teknologi informasi untuk sistem scare keeping adalah peningkatan produktivitas pekerja pada semua
tingkatan proses (input data, proses, penyimpanan data dan perolehan kembali
data), akun manajemen bulanan dapat dihasilkan dengan cepat dan meningkatnya
penyebaran informasi dan respon terhadap laporan. Teknologi informasi dalam
perusahaan digunakan untuk meningkatkan perhatian-arahan (attention-directing) dalam penyediaan laporan.
Penggunaan
teknologi informasi dibagi menjadi dua yaitu: digunakan untuk menghasilkan
laporan manajemen tentang trend dan penyimpangan secara otomatis dan dapat
digunakan untuk mengurangi waktu bagi akuntan manajemen dari fungsi score keeping dan dapat digunakan aspek
intepretasi dan analisis sehingga perkembangan teknologi informasi memberikan
keuntungan dalam perbaikan kualitas dan percepatan informasi untuk keperluan
penyediaan laporan dan analisisnya. Teknologi informasi digunakan oleh akuntan
manajemen untuk menganalisis pemecahan masalah (problem solving) dan laporan selanjutnya. Penggunaan komputer untuk
problem solving memungkinkan para
manajer dapat memperoleh analisis secara spesifik tanpa bergantung pada
departemen pelayanan komputer sehingga proses pengambilan keputusan yang
dilakukan dapat lebih cepat.
3 . Dampak Teknologi Informasi Bagi Organisasi
Pemanfaatan
teknologi informasi merupakan sarana penunjang/pendorong bagi organisasi dalam
mencapai tujuan organisasi. Romney (2006) menyatakan bahwa pemanfaatan
teknologi informasi didalam organisasi akan mempengaruhi
aktivitas-aktivitas/proses bisnis yang terdapat dalam organisasi tersebut.
Adapun pengaruh pemanfaatan teknologi informasi dalam organisasi dapat dilihat
dari dampak pemanfaatan teknologi informasi pada rantai nilai organisasi (value chain). Pemanfaatan teknologi
informasi dalam organisasi dapat meningkatkan akses atas informasi yang akurat
dan tepat waktu mengenai status pengiriman; memungkinakan organisasi untuk
mengurangi jumlah persedian penyangga (inventory
buffer); meningkatkan efisiensi operasi internal perusahaan, khususnya
perusahaan-perusahaan berteknologi tinggi (misalnya industri perakitan mobil,
komputer, elektronik dan lain-lain); dapat meningkatkan efisiensi dan
efektifitas dari kegiatan penjualan dan pemasaran, pembelian, sumber daya
manusia serta dukungan layanan purna jual.
Dampak
strategis pemanfaatan teknologi informasi bagi organisasi dapat dilihat dari
dapat tidaknya teknologi informasi menunjang dan membantu organisasi dalam
melaksanakan dan mencapai strategi organisasi secara keseluruhan. Hal tersebut
sesuai dengan apa yang dikemukan oleh Romney (2006) bahwa pemanfaaatan
teknologi informasi didalam organisasi bukan merupakan strategi dasar dari
organisasi tersebut, implementasi teknologi informasi digunakan untuk membantu
dalam pencapaian strategi organisasi. Dengan memanfaatkan teknologi informasi,
akses terhadap proses bisnis perusahaan dapat dilakukan denga cepat sehingga
pengambilan keputusan dapat dilakukan secara lebih cepat dan akurat dan pada
akhirnya tujuan organisasi dapat tercapai.
4. Lingkungan
Lingkungan
oleh Duncan (1972) dalam Susanti (2002) didefinisikan sebagai totalitas faktor
sosial dan fisik yang berpengaruh terhadap perilaku pembuatan keputusan
seseorang dalam organisasi. Lingkungan, baik lingkungan internal (mudah
dikendalikan) maupun lingkungan eksternal (sulit dikendalikan) merupakan faktor
penting yanng harus dipertimbangkan bagi perusahaan kerena berpengaruh terhadap
operasional perusahaan. Proses perencanaan dan operasional tidak akan mengalami
masalah jika lingkungan dalam kondisi stabil tetapi untuk kondisi lingkungan
yang penuh ketidakpastian proses perencanaan dan operasional akan mengalami
kesulitan. Terdapat dua dimensi utama lingkungan yaitu dinamika lingkungan dan
kompleksitas lingkungan (Duncan, 1972) dalam Susanti (2002) dimana kedua
dimensi lingkungan tersebut berhubungan erat dengan ketidapastian lingkungan.
Dinamika
lingkungan berkaitan dengan tingkat perubahan dalam lingkungan yang tidak dapat
diprediksi/tidak menentu. Dess dan Beard (1984) dalam Susanti (2002) menyatakan
bahwa lingkungan yang dinamis berhubungan dengan dengan tingkat perubahan,
ketiadaan pola dan lingkungan yang tidak dapat diprediksi. Semakin dinamis
lingkungan maka semakin besar pula tingkat rasionalisasi dalam proses
perencanaan perusahaan. Lingkungan yang kompleks adalah lingkungan yang
mencakup heterogenitas dari elemen lingkungan yang relevan atau berpengaruh
tehadap suatu operasi perusahaan. Duncan (1972) dalam Susanti (2002)
mendefinisikan kompleksitas lingkungan dengan adanya bermacam-macam kekuatan
eksternal yang berinteraksi dengan organisasi. Gibbs (1994) dalam Susanti
(2002) menggambarkan lingkungan dengan banyaknya jumlah unit yang saling
berinteraksi dan tingkatan dimana suatu organisasi harus memiliki pengetahuan
yang tinggi mengenai informasi.
5. Struktur Organisasi
Struktur
organisasi secara luas didefinisikan sebagai ciri organisasi yang berfungsi
untuk mengendalikan dan membedakan semua bagian dalam organisasi. Robins (1990)
menyatakan bahwa struktur organisasi mengacu pada bagaimana tugas pekerjaan
dibagi, dikelompokkan dan dikoordinasikan secara formal. Struktur organisasi
merupakan suatu alat kontrol bagi organisasi yang menunjukkan tingkat
pendelegasian wewenang manajer puncak dalam pembuatan keputusan. Beberapa
peneliti menyatakan bahwa terdapat empat dimensi teoritis dalam struktur
organisasi yaitu dimensi sentralisasi, formalisasi, kompleksitas dan dimansi
integrasi. Istilah sentralisasi mengacu pada tingkat mana pengambilan keputusan
dipusatkan pada titik tunggal dalam organisasi (Robin, 1990). Sentralisasi
merupakan struktur organisasi yang menggambarkan apakah pimpinan puncak dalam
organisasi mendelegasikan wewenang atau tidak (Gibson, et al. 1994).
Sentralisasi mengacu pada penempatan pengambilan keputusan oleh pusat dimana
manajer level bawah kurang berpartisipasi dalam pengambilan keputusan dan hanya
sebagai pelaksana dari keputusan yang telah diambil.
Suatu
organisasi dikatakan sentralisasi yang luas apabila keputusan tersebut dibuat
pada level organisasi yang tinggi (Susanti, 2002). Hage dan Aiken (1967)
mendefinisikan sentralisasi sebagai tingkat dan ragam partisipasi dalam
keputusan-keputusan strategis oleh kelompok tertentu yang bersifat relative terhadap beberapa kelompok
dalam organisasi. Semakin besar tingkat partisipasi oleh kelompok yang
berjumlah besar dalam suatu organisasi, maka sentralisasi akan berkurang.
Pendekatan yang dilakukan oleh Hage dan Aiken (1967) menekankan pada fakta
bahwa kekuasaan dijalankan dengan banyak cara dan ragam dalam organisasi. Van
de ven dan Koenig (1976) dalam Lee dan Grover (2000) mendefinisikan
sentralisasi sebagai lokus otoritas pembuatan keputusan dalam organisasi. Dalam
situasi yang sangat tersentralisasi, manajer level bawah tidak dipercaya untuk
membuat keputusan atau mengevaluasi tindakan mereka sendiri. Dari beberapa
pendapat diatas diperoleh gambaran yang jelas bahwa yang dimaksud dengan
sentralisasi adalah salah satu dimensi struktur organisasi yang berkaitan
dengan proses pengambilan keputusan dan pendelegasian wewenang dalam
organisasi.
Kondisi
tersentralisasi jika pimpinan manajer puncak dalam proses pengambilan
keputusannya dibuat oleh puncak manajemen itu sendiri tanpa adanya partisipasi
dari manajer dibawahnya. Demikian pula dengan pendelegasian wewenang pada
manajemen level bawah kurang artinya bahwa manajer level bawah kurang dipercaya
untuk menjalankan wewenangnya dan mengevaluasi tindakannya. Formalisasi mengacu
pada sampai tingkat mana pekerjaan-pekerjaan dalam organisasi dibakukan atau
distandarkan (Robin, 1990). Tingkat formalisasi yang tinggi dalam suatu
organisasi dicirikan dengan adanya uraian jabatan (job description) yang eksplisit; banyaknya aturan organisasi dan
prosedur yang terdefinisi dengan jelas, yang meliputi proses kerja dalam
organisasi. Sebaliknya yang dimaksud tingkat formalisasi rendah apabila
perilaku kerja relatif tidak terprogram dan karyawan mempunyai kebebasan untuk
menjalankan tugasnya. Hall (1972) dalam Susanti (2002) berpendapat bahwa
formalisasi merupakan aturan-aturan dan prosedur-prosedur yang didesain untuk
mengatasi kontinjensi yang dihadapi oleh organisasi. Formalisasi juga merupakan
tingkat dimana suatu organisasi menggunakan peraturan dan prosedur tertulis
untuk menentukan perilaku karyawannya (Gibson, 1985) dalam Susanti (2002). Hage
dan Aiken (1967) menyatakan bahwa organisasi dengan pekerjaan-pekerjaan rutin
lebih cenderung memiliki formalisasi peran-peran organisasi yang lebih besar.
Hal ini dikarenakan organisasi tersebut cenderung berada pada tujuan-tujuan
yang tidak rutin sebagai bagian dari keseluruhan rutinitas kesatuan. Bedein dan
Zammuto (1991) dalam Susanti (2002) berpendapat bahwa organisasi yang
menggunakan hardware dan software dari suatu proses produksi untuk peraturan,
kebijakan dan prosedur dari standarisasi kerja maka organisasi yang menggunakan
teknologi baru tersebut berkurang kebutuhannya terhadap peraturan, kebijakan
dan prosedur untuk mengkoordinasikan dan mengendalikan perilaku karyawan.
Pendapat-pendapat diatas mengemukakan bahwa formalisasi berkaitan dengan
aturan-aturan, kebijakan-kebijakan dan prosedur-prosedur yang dibuat oleh
perusahaan untuk mengatasi ketidakpastian yang dihadapi perusahaan dan
menentukan perilaku dari karyawannya. Tinggi rendahnya tingkat formalisasi
dalam organisasi ditentukan oleh banyak tidaknya aturan, kebijakan dan prosedur
yang dibuat perusahaan yang berkaitan dengan proses kerja dalam oranisasi.
Kompleksitas
struktural mengacu pada tingkat perbedaan sub-sub unit/ fungsi berdasarkan
tujuan, orientasi tugas, rentang waktu dan tingkat otonominya. Ramamurty (1990)
dalam Lee dan Grover (2000) mengartikan kompleksitas struktural sebagai jumlah
dan variasi dari strategi pemasaran, teknologi dan produk dimana organisasi
perusahaan tersebut berinterksi. Gibson et. Al (1994) menyatakan bahwa
kompleksitas merupakan akibat langsung dari adanya pembagian kerja dan
pembentukan departemen, artinya bahwa suatu organisasi dengan berbagai jenis
pekerjaan unit akan menimbulkan masalah manajerial yang lebih rumit jika
dibandingkan dengan organisasi yang memiliki sedikit jenis pekerjaan dan unit.
Kompleksitas struktural berkaitan dengan banyak sedikitnya pembagian kerja dan
pembentukan departemen dalam suatu organisasi. Semakin banyak pembagian kerja
dan pembentukan departemen suatu organisasi maka semakin banyak pula pekerjaan
dan unit yang harus ditangani suatu organisasi sehingga menimbulkan masalah
manajerial yang lebih rumit dibandingkan dengan organisasi yang memiliki
sedikit pekerjaan dan unit.
Integrasi mencerminkan/merefleksikan tingkat koordinasi antara
aktivitas-aktivitas organisasi yang berlainan melalui mekanisme koordinasi yang
formal (Miller dan Friesen, 1982) dalam Lee dan Grover (2000). Lawrence dan
Lorsch (1967) dalam Robbins (1990) menyatakan bahwa integrasi merupakan
gabungan dari beberapa unit interdependen atau departemen yang dibutuhkan untuk
mencapai usaha unit dan merupakan tipikal organisasi yang digunakan termasuk
aturan dan prosedur, rencana-rencana formal, hirarki otoritas dan komite
pembuatan keputusan. Chia (1995) dalam Muslichah (2002) menyatakan bahwa
integrasi merupakan alat koordinasi antar segmen dari sub unit dan antar unit
dalam organisasi.
6. Teknologi Informasi
Teknologi
informasi adalah teknologi yang digunakan untuk menghasilkan informasi.
Teknologi informasi teknologi komputer (computing technology) dan teknologi
komunikasi (communication technology) yang digunakan untuk memproses dan
menyebarkan informasi baik itu yang bersifat finansial atau non finansial
(Bodnar dan Hopwood, 1995). Sehingga dapat dikatakan bahwa teknologi informasi
adalah segala cara atau alat yang yang terintegrasi yang digunakan untuk
menjaring data, mengolah dan mengirimkan atau menyajikan secara elektronik
menjadi informasi dalam berbagai format yang bermanfaat bagi pemakainya.
Implementsi teknologi informasi dalam perusahaan diharapkan dapat menunjang
kemampuan organisasi dalam mengatasi ketidakpastian lingkungan. Pfeifer dan
Leblebici (1977) dalam Markus dan Robey (1988) menyatakan bahwa pada saat
organisasi menghadapi lingkungan yang sangat kompleks dan terus berubah, maka
teknologi informasi merupakan suatu keharusan dan dibutuhkan. Senada dengan
pendapat diatas, Huber (1984) dalam Markus dan Robey (1988) juga mengemukakan
bahwa kebutuhan akan kapasitas pengolahan informasi meningkat jika lingkungan
menjadi serba tidak menentu dan kompleks. Lebih lanjut Huber membedakan
teknologi informasi menjadi dua yaitu teknologi komputasi (computing
technology) dan teknologi komunikasi (communication technology) yang dkenal
dengan istilah teknologi “C-kuadrat”. Teknologi komputasi adalah gabungan dari
sistem informasi manajemen (MIS), sistem pengetahuan (knowledge system) dan
desicion support system (DSS). Sedangkan teknologi komunikasi adalah mencakup
semua teknologi yang berkaitan dengan teknologi jaringan yang digunakan untuk
komunikasi yaitu LAN (Local Area Network), WAN (Wide Area Network), E-mail,
Voice-mail, Radiophones, Videotext dan E-conference.
Keen (1986)
dalam Tjakrawala (2002) mendukung pendapat dari Huber dengan menyebutkan tiga
perbedaan antara teknologi komputasi dengan teknologi komunikasi yaitu :
teknologi komunikasi terkait dengan faktor-faktor perubahan usaha yang baru dan
kompleks; teknologi komunikasi pada dasarnya adalah teknologi pemampu/enabling
technology yang menyediakan sistem informasi yang canggih dan teknologi
komunikasi dan keekonomisannya mengalami pertumbuhan yang sangat pesat dan
berdampak pada organisasi. Grover dan Teng (1996) berpendapat bahwa untuk
memisahkan/membedakan secara tegas antara teknologi komputasi dan teknologi
komunikasi akan mengalami kesulitan. Perbedaan yang mendasar diantara keduanya,
teknologi komunikasi dapat mengurangi biaya dan waktu untuk meyampaikan
informasi tentang lingkungan eksternal, sedangkan teknologi komputasi
memberikan pemahaman yang lebih baik mengenai lingkungan eksternl itu sendiri
dan memberikan organisasi kemampuan untuk
menangani lingkungan yang lebih kompleks (melalui fungsi computing technology
yaitu meringkas dan menganalisis).
C. PENELTIAN-PENELITIAN SEBELUMNYA
1. Penelitian Tentang Hubungan Antara Lingkungan Dan Struktur Organisasi
Literatur
terdahulu telah banyak membahas hubungan antara struktur organisasi dan lingkungan.
Berdasarkan teori kontinjensi, Burn dan Stalker (1961) dalam Mardiyah (2000)
meneliti struktur organisasi dan praktek manajemen yang tepat untuk kondisi
lingkungan tertentu. Kondisi lingkungan yang diuji meliputi perubahan dalam
ilmu teknologi dan pasar produk dari 20 task environment perusahaan manufaktur di Inggris. Hasilnya
mengidentifikasi dua sistem yang berbeda dalam praktek manajemen yaitu sistem
organis (dengan ciri-ciri: memiliki struktur yang fleksibel, tugas-tugas
diterapkan dengan longgar dan komunikasi lebih menyerupai konsultasi pemberian
perntah) yang lebih tepat untuk lingkungan yang tidak stabil. Sistem yang lain
adalah sistem mekanis yang tepat untuk lingkungan yang stabil. Ciri-ciri system
mekanis adalah adanya spesialisasi fungsi yang berbeda, tugas didefinisikan dengan
tepat dan dapat dipertanggungjawabkan dan adanya rangkaian komando yang
diterapkan dengan baik.
Lawrence dan
Lorch (1967) dalam Robbins (1990) mengembangkan penelitian dari Burn dan
Stalker dengan menggunakan 10 perusahaan di Amerika dalam berbagai tingkat
efektifitas ekonomi pada tiga lingkungan industri yang berbeda. Mereka
berargumen bahwa suatu organisasi dengan task
environment yang tidak pasti akan cenderung membagi kegiatannya kedalam sub
unit dan masing-masing akan berkonsentrasi pada bagian khusus dari lingkungan
tugasnya (task environment).
Lingkungan yang dinamis dan tidak pasti, akan menjadikan organisasi percaya
pada departemen organisasi formal untuk mengkoordinasikan kegiatan sub unit.
Sedangkan pada lingkungan yang lebih stabil dan lebih pasti, organisasi akan
menggunakan pengawasan manajemen melalui rantai komando yang formal.
Beberapa
penelitian seperti Tung (1979); Burn dan Stalker (1961); Chandler (1977);
Lawrence dan Lorsch (1967); Wordward (1965) dan Thompson (1967) dalam Lee dan
Grover (2000) telah menguni hubungan antara dinamika lingkungan dan atribut
formalisasi struktur organisasi. Hasil penelitian mereka membuktikan bahwa
semakin dinamis lingkungan semakin berkurang formalisasi struktur
organisasinya. Hal itu bermakna bahwa dinamika lingkungan berpengaruh negatif
formalisasi struktur organisasi. Hubungan antara dinamika lingkungan dan
atribut kompleksitas struktur organisasi diteliti oleh beberapa peneliti antara
lain Burn dan Stalker (1961); Chandler (1977); Duncan (1972) dan Mintzberg
(1979) dalam Lee dan Grover (2000) yang membuktikan bahwa semakin dinamis
lingkungan, semakin kompleks struktur organisasinya. Hal ini berarti bahwa
dinamika lingkungan berpengaruh positif terhadap kompleksitas struktur
organisasi. Penelitian yang berkaitan dengan hubungan antara dinamika
lingkungan dan atribut integrasi struktur organisasi dilakukan oleh beberapa
peneliti yaitu Lawrence dan Lorsch (1967); Miller dan friesen (1982) dan
Mitzberg (1979) dalam Lee dan Grover (2000). Hasil penelitian mereka menyatakan
bahwa semakin dinamis lingkungan maka akan semakin terintegrasi truktur
organisasinya. Hal ini bermakna bahwa dinamika lingkungan berpengaruh positif
terhadap struktur organisasi.
Penelitian
yang dilakukan oleh Galbraith (1973); Mintzberg (1979); Hage dan Aiken (1967)
dan Pennings (1973) dalam Lee dan Grover (2000) menguji hubungan antara
kompleksitas lingkungan dan atribut sentralisasi struktur organisasi memperoleh
hasil bahwa semakin kompleks lingkungan akan semakin berkurang sentralisasi
struktur organisasinya, yang bermakna bahwa kompleksitas lingkungan berpengarug
negatif terhadap sentralisasi struktur organisasi. Hubungan antara kompleksitas
lingkungan dan atribut kompleksitas struktur organisasi telah diuji oleh
Thompson (1967); Chandler (1962); dan Mintzberg (1979) dalam Lee dan Grover
(2000) yang memberikan hasil bahwa dengan semakin kompleksnya lingkungan, akan
semakin kompleks pula struktur organisasinya, sehingga dapat dikatakan bahwa
kompleksitas lingkungan berpengaruh positif terhadap kompleksitas struktur
organisasi. Hubungan antara kompleksitas lingkunan dan atribut integrasi
struktur organisasi telah diuji dalam riset yang dilakukan oleh Galbraith
(1973); March dan Simon (1958); Van den Ven (1976); Tushman dan Nadler (1978)
dan Mintzberg 91979) dalam Lee dan Grover (2000) yang telah membuktikan bahwa
semakin kompleks lingkungan semakin terintegrasi struktur organisasinya, hal
ini menandakan bahwa komplseksitas linkungan berpengaruh terhadap integrasi
struktur organisasi.
Berdasarkan
penelitian penelitian sebelumnya tersebut diatas, maka dapat diambil kesimpulan
bahwa lingkungan mempunyai pengaruh terhadap struktur organisasi dimana
pengaruhnya tersebut tergantung pada hubungan antara tiap atribut/dimensi
lingkungan dengan atribut/dimensi struktur organisasinya. Dinamika lingkungan
berpengaruh negatif terhadap formlisasi struktur organisasi, berpengaruh
positif terhadap atribut kompleksitas struktur organisasi dan berpengaruh
positif terhadap atribut integrasi struktur organisasi. Atribut kompleksitas
lingkungan berpengaruh negatif terhadap sentralisai struktur organisasi,
berpengarug positif terhadap kompleksitas struktur organisasi dan berpengaruh
positif terhadap integrasi struktur organisasi. Sedangkan hubungan antara atribut
dinamika lingkungan dengan sentralisasi struktur organisasi dan hubungan antara
atribut kompleksitas lingkungan dengan formalisasi struktur organisasi tidak
dapat dijelaskan disini karena tidak adanya dukungan yang kuat dari literatur
organisasi dan penelitian sebelumnya.
2. Penelitian Tentang Peran/Pengaruh
Teknologi Informasi Dalam Hubungan Antara Lingkungan Dengan Struktur
Organisasi.
Penelitian
konseptual tentang teknologi informasi dikemukakan oleh Keen (1987), Huber
(1990) dan Fidler et.al (1996). Keen (1987) dalam Tjakrawala (2002) menelaah
hubunngan antara komunikasi dengan pilihan organisasiyang menhasilkan gagasan
bahwa teknologi informasi khususnya teknologi komunikasi dapat dipandang
sebagai elemen utama untuk mengelola dan menciptakan perubahan dalam proses
untuk mengubah keseluruhan aspek organisasi atau interaksi dari organisasi
dengan lingkungannya. Huber (1990) menghasilkan beberapa konsep tentang
pengaruh teknologi kontemporer (teknologi informasi) pada desain organisasi,
intelegensia dan pembuatan keputusan. Fiedler. Et. Al (1996) mengemukakan bahwa
penataan sistem informasi yang memiliki komponen-komponen komunikasi yang kuat
akan menunjanng struktur yang integratif.
Lee dan Grover (2000) menguji pengaruh teknologi informasi khususnya teknologi
komunikasi sebagai mediator (perantara/intervening) hubungan antara
atribut lingkungan dengan atribut struktur organisasi. Hasil penelitiannya
menunjukkan bahwa teknologi komunikasi memegang peranan langsung dan
berpengaruh terhadap hubungan antara lingkungan yang dinamis dengan
kompleksitas struktural, hubungan antara kompleksitas lingkungan dengan
kompleksitas struktural dan hubungan antara kompleksitas lingkungan dengan
integrasi.
Tjakrawala
(2002) melakukan penelitian yang sejenis, yang merupakan replikasi dari
penelitiannya Lee dan Grover (2000) dengan jenis sampel yang sama tetapi
lokasinya berbeda yaitu Indonesia. Tjakrawala berhasil mengkonfirmasi hasil
penelitian Lee dan Grover (2000) dan bahkan membuktikan secara empiris tiga
hipotesis lain yang tidak dapat dibuktikan oleh Lee dan Grover, yaitu teknologi
informasi khususnya teknologi komunikasi berkontribusi secara signifikan dan
langsung terhadap hubungan antara dinamika lingkungan dengan formalisasi dan
integrasi struktur organisasi serta hubungan antara kompleksitas lingkungan
dengan sentralisasi struktural.
Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Tjakrawala, Susanti (2002) juga
merujuk pada penelitian yang dilakukan oleh Lee dan Grover (2000) tetapi
menempatkan variabel teknologi informasi khususnya teknologi komunikasi sebagai
moderating variable. Hasil penelitian Susanti (2002) menunjukkan bahwa
teknologi informasi khususnya teknologi komunikasi dapat menjadi variabel
moderating pada hubungan antara dinamika lingkungan dengan kompleksitas dan
formalisasi struktur organisasi dan juga hubungan antara kompleksitas
lingkungan dengan kompleksitas struktur organisasi.
Dari penelitian-penelitian sebelumnya diatas
dapat diperoleh gambaran bahwa penelitian yang membahas mengenai pengaruh
teknologi informasi dalam hubungan antara lingkungan dengan struktur organisasi
dapat dibedakan menjadi dua kelompok. Kelompok pertama adalah penelitian yang
menempatkan teknologi informasi sebagai variabel moderating terhadap hubungan
antara lingkungan dengan struktur organisasi. Variabel moderating disini
bermakna bahwa adanya teknologi informasi akan memperkuat ataukah memperlemah
hubungan antara lingkungan dengan struktur organisasi. Dapat dikatakan bahwa
teknologi informasi sebagai variabel eksogen yang terlepas dari lingkungan.
Sedangkan kelompok kedua adalah penelitian yang menempatkan teknologi informasi
sebagai variabel intervening terhadap hubungan antara lingkungan dengan
struktur organisasi. Variabel intervening bermakna bahwa teknologi informasi
sebagai sarana/perantara hubungan antara lingkungan dengan struktur organisasi.
Maknanya adalah teknologi informasi bukanlah merupakan variabel eksogen
(terlepas dari lingkungan) tetapi merupakan konsekuensi dari atribut lingkungan
sehingga tanpa keberadaan teknologi informasi, adanya perubahan lingkungan akan
sulit untuk menciptakan respon struktural yang diinginkan.
Berdasarkan
penelitian-penelitian sebelumnya yang sebagian besar menempatkan teknologi
informasi khususnya teknologi komunikasi sebagai mediator (intervening)
hubungan antara lingkungan dengan struktur organisasi dan berdasarkan
perkembangan saat ini, dimana tingkat pemanfaatan/penggunaan teknologi
informasi diperusahaan cenderurung tinggi dan merupakan kebutuhan yang penting dalam
mengelola aktivitas-aktivitas bisnis perusahaan, maka dapat disimpulkan bahwa
teknologi informasi menjadi perantara /mediator hubungan antara atribut
lingkungan dengan atribut struktur organisasi. Teknologi informasi sudah
menjadi elemen penting dalam pencapaian tujuan organisasi untuk mengatasi
ketidakpastian lingkungan. Keberadaan teknologi informasi sangat diperlukan
untuk menciptakan respon struktural yang diinginkan pihak manajemen dalam
mengantisipasi adanya perubahan lingkungan. Argumen tersebut diatas sesuai
dengan proposis yang dikemukanan oleh Keen (1987) dalam Tjakrawala (2002) bahwa
teknologi informasi dapat dipandang sebagai elemen utama untuk mengelola dan
perubahan dalam proses-proses usaha untuk mengubah keseluruhan aspek organisasi
atau interaksi antara organisasi dengan lingkungannya. Teng et al (1994) juga
menyatakan bahwa teknologi informasi merupakan faktor pendorong utama perubahan
fundamental proses-proses usaha. Lebih lanjut Lee dan Grover berargumen bahwa
bahwa penerapan teknologi informasi akan membawa perubahan bagi struktur
organisasi, dengan kata lain keadaan lingkungan mendorong perusahaan
berinvestasi dalam teknologi informasi yang selanjutnya termanifestasi dalam
perubahan-perubahan struktural organisasi.
3. Hubungan teknologi informasi dengan PMKRI
Dari uraian
diatas kita bisa melihat dan menganalisa bagaimana peran teknologi informasi
terhadap organisasi. Teori-teori dan pendapat para ahli diatas lebih mengarah
kepada organisasi bisnis. Pada kenyataanya hampir semua organisasi di era ini
termasuk PMKRI menggunakan teknologi informasi. Hanya pemanfaatan teknologi
informasinya yang belum maksimal. Seperti yang tertera di poin 6 diatas bahwa
tekonologi informasi adalah teknologi yang digunakan untuk menghasilkan informasi.
Sehingga dapat dikatakan bahwa teknologi informasi adalah segala cara atau alat
yang yang terintegrasi yang digunakan untuk menjaring data, mengolah dan
mengirimkan atau menyajikan secara elektronik menjadi informasi dalam berbagai
format yang bermanfaat bagi pemakainya.Dalam hal ini sebagian besar sudah
digunakann oleh PMKRI,Misalnya melalui media sosial dan media elektronik.
Teknologi
informasi terdiri atas teknologi komputer (computing
technology) dan teknologi komunikasi (communication
technology) yang digunakan untuk memproses dan menyebarkan informasi.
Penerapan
teknologi informasi didalam tubuh PMKRI sangat penting demi menunjang dan
mempermudah pengelolaannya. Terkait hal ini dijelaskan pada poin2; Teknologi
informasi berdampak pada berbagai aktivitas manajemen yang berhubungan dengan
data, dimana elemen utamanya meliputi input/perolehan data, pemrosesan data,
penyimpanan data dan perolehan kembali data secara elektronik yang menjadi hal
yang sangat penting bagi organisasi. kemajuan teknologi informasi memungkinkan
lebih banyak data dapat dikumpulkan dengan cepat dalam lokasi yang jauh
sekalipun, memungkinkan peningkatan jumlah data yang disimpan siap diakses,
menyebabkan data yang dapat diproses, dimodifikasi dan ditampilkan kembali
secara cepat serta memungkin presidium memperoleh kembali data dari lokasi yang
jauh dengan cepat tanpa adanya perantara. Hal ini memudahkan pengurus pusat
mengkoordinir pengurus cabang dan ketua presidium mengkoordinir staf dan
anggotanya. Selain itu kinerja pengurus lebih transparan karena data dapat
diakses dimana saja oleh anggota.
Didalam
teknologi informasi erat kaitannya dengan DBMS (database management sistem). Penerapan DBMS didalam tubuh
PMKRI,tidak kalah pentingnya. Selain pengolalaan data yang terstruktur dan
diakses secara onlie.Database anggota
sangat diperlukan, didalamnya terdapat biodata lengkap anggota. Hal ini
mempermudah anggota berinteraksi dengan anngota lainnya termasuk senior dan
alumni dari masa ke masa. Tentunya bermanfaat untuk menambah wawasan dan
perluasan jaringan serta memperat hubungan antar anggota.
D. KESIMPULAN
Peran
teknologi informasi dalam hubungan antara lingkungan dengan struktur organisasi
adalah teknologi informasi sebagai mediator/perantara hubungan antara atribut
lingkungan dengan atribut struktur organisasi. Teknologi informasi dapat
ditempatkan/ diperlakukan sebagai variabel mediating (intervening) dalam
hubungan antara atribut lingkungan dengan atribut struktur organisasi karena
tingginya tingkat pemanfaatan/penggunaan teknologi informasi diperusahaan dan
penerapan teknologi informasi merupakan kebutuhan yang penting dalam mengelola
aktivitas-aktivitas bisnis perusahaan Teknologi informasi sudah menjadi elemen
penting dalam pencapaian tujuan organisasi untuk mengatasi ketidakpastian
lingkungan. Keberadaan teknologi informasi sangat diperlukan untuk menciptakan
respon struktural yang diinginkan pihak manajemen dalam mengantisipasi adanya
perubahan lingkungan.
Catatan:
-
Secara teoritik saya tidak mengubahnya
cuma beberapa kata-kata bahasa asing yang perlu di beri huruf miring
-
Kemudian mungkin ini menjadi tambahan
pada materi. Pertanyaannya adalah apa yang kaitannya PMKRI sama teknologi
informasi? Pertanyaan tuntunan, pada bagian mana teknologi informasi dapat
masuk ke dalam tubuh PMKRI?