Selasa, 15 Desember 2015

Peluang usaha baru modal kecil yang menjanjikan 2015 di Indonesia dapat diartikan sebagai peluang usaha yang inovatif. Peluang usaha ini dapat berupa modifikasi usaha yang lama menjadi bentuk baru ataupun dalam bentuk peluang usaha yang baru ditemukan. Peluang usaha baru dapat memberikan angin segar bagi pengusaha yang membukanya karena tampil beda dari yang lain.
Hal ini dapat memberikan rasa penasaran dan keingintahuan untuk memiliki, mengunjungi ataupun mencoba sesuatu tersebut. Dengan kata lain inovasi dan kreativitas memang dibutuhkan oleh para usahawan. Menjadi seorang usahawan pun harus memberikan simbiosis mutualisme kepada pelanggan tak hanya sekedar mengejar keuntungan.

Peluang Usaha Baru Modal Kecil

Peluang usaha dengan menjual jasa adalah peluang usaha yang bermodal kecil. Membuka usaha bimbel dengan datang ke rumah-rumah atau membuka kelas bimbingan belajar di rumah adalah suatu hal yang biasa. Namun, jika bimbel dilaksanakan di sebuah cafe sehingga bimbingan belajar terkesan lebih santai dan asyik hal ini dapat menjadi peluang usaha baru modal kecil.
peluang-usaha-baru-di-indonesia-2015
Modal kecil diartikan jika cafe yang dibuka adalah cafe minimalis yang tidak terlalu mewah. Hal yang harus diperhatikan yakni kualitas pengajar/tutor yang mumpuni di bidang ilmu pengetahuan bimbingan belajar

Peluang Usaha Baru 2015

Memproduksi kerajinan tangan khas daerah dengan inovatif seperti ukiran kayu, ukiran patung, tenunan kain khas daerah dapat menjadi komoditi kreatif dan peluang usaha baru 2015. Karena pada era pasar bebas barang-barang akan gampang masuk ke Indonesia. Jika Indonesia tidak mampu mempertahankan kualitas dan kreativitas maka produk Indonesia dapat tergeser dengan produk luar negeri.
Pada era 2015 pula teknologi semakin canggih Indonesia termasuk negara yang ahli di dunia publisher. Pengelolaan yang dimaksud seperti website, web desain, CEO ekspert, content writer, dsb. Harga yang dikenakan untuk jasa pembuatan publisher ini juga relatif mahal.

Peluang Usaha Baru Yang Menjanjikan

Peluang usaha franchise atau pun usaha kuliner dapat menjadi usaha yang menjanjikan. Dengan sedikit modifikasi pada makanan yang dijual, maka usaha kuliner ataupun frainchise tersebut dapat menjadi peluang usaha baru yang menjanjikan karena memiliki jenis makanan yang unik.
Memiliki usaha kuliner dengan penciptaan suasana yang unik dan cozy juga dapat menjadi inovasi tersendiri untuk menambah daya tarik pembeli. Pemilihan lokasi yang strategis pun harus dipertimbangkan.

Peluang Usaha Baru Di Indonesia

Peluang usaha baru di Indonesia dapat dibaca dari passion apa yang sedang digandrungi oleh masyarakat Indonesia saat ini. Contoh saja, semakin maraknya style hijab saat ini, maka semakin banyak komunitas hijabers. Jika anda memiliki kreativitas di sini Anda dapat mengelola kreativitas berhijab dan membuka jasa creator hijab yang unik dan inovatif.
Membuka usaha di bidang desain dengan menjadi desainer fashion merek pribadi juga dapat Anda lakukan. Hanya dibutuhkan kreativitas desain yang berbeda dan membaca selera pasar saat ini. Temukan bahan dan penjahit yang tepat. Bahkan bila anda ingin menekan biaya pengeluaran gunakan penjahit pribadi Anda atau anda sendiri menjadi penjahitnya.
Nah, usaha-usaha yang disebutkan di atas adalah contoh-contoh usaha baru yang menjanjikan. Dapat dilihat pada contoh di atas, kreativitas dan inovasi menjadi hal penting untung membuka peluang usaha baru.Peluang usaha baru jelas memberikan kesan yang berbeda dari usaha kebanyakan.
Di sinilah daya tarik yang harus digali oleh usahawan untuk terus mempertahankan usahanya agar tetap bertahan bahkan berkembang. Menjaga kualitas dan pelayanan juga penting agar pelanggan yang datang memiliki candu untuk kembali menikmati jasa ataupun barang yang usahawan sediakan.

Sabtu, 04 Oktober 2014

peran IPTEK terhadap organisasi,

PERAN TEKNOLOGI INFORMASI DALAM HUBUNGAN
STRUKTUR ORGANISASI DAN LINGKUNGAN
(SUATU KAJIAN TEORI)





A. PENDAHULUAN

              Perubahan dalam lingkungan usaha yang diakibatkan oleh globalisasi tidak terlepas dari perkembangan teknologi informasi. Hal ini disebabkan karena perusahaan dituntut untuk melakukan respon terhadap perubahan yang terjadi dengan berinvestasi pada bidang teknologi informasi. Dewasa ini, perhatian terhadap penyesuaian struktur organisasi yang melibatkan teknologi informasi semakin meningkat. Teknologi informasi memiliki kemampuan dalam mengimbangi perubahan-perubahan struktur organisasi namun terdapat perdebatan yang terjadi dalam literatur sistem informasi.

             Teknologi informasi adalah teknologi yang digunakan untuk menghasilkan informasi. Teknologi informasi adalah segala cara atau alat yang yang terintegrasi yang digunakan untuk menjaring data, mengolah dan mengirimkan atau menyajikan secara elektronik menjadi informasi dalam berbagai format yang bermanfaat bagi pemakainya. Dewasa ini, perhatian terhadap penyesuaian struktur organisasi yang melibatkan teknologi informasi semakin meningkat. Teknologi informasi memiliki kemampuan dalam mengimbangi perubahan-perubahan struktur organisasi, namun terdapat perbedaan dalam menempatkan teknologi informasi sebagai variabel (moderating ataukah intervening) dan hasil yang berkaitan dengan peran teknologi informasi juga belum konklusif. Artikel ini mencoba untuk menelaah/mengkaji kembali peran teknologi informasi dalam hubungan antara struktur organisasi dengan lingkungan. Untuk menelaah mengenai masalah diatas, dilakukan telaah teori dan kajian terhadap hasil penelitian-penelitian sebelumnya yang relevan.

           Hasil telaah teori dan kajian terhadap penelitian-penelitian sebelumnya relavan adalah bahwa teknologi informasi dapat ditempatkan/ diperlakukan sebagai variabel mediating (intervening) dalam hubungan antara atribut lingkungan dengan atribut struktur organisasi. Hal ini disebabkan karena tingginya tingkat pemanfaatan/penggunaan teknologi informasi di perusahaan dan penerapan teknologi informasi merupakan kebutuhan yang penting dalam mengelola aktivitas-aktivitas bisnis perusahaan. Adapun peran teknologi dalam hubungan antara atribut lingkungan dengan atribut struktur organisasi adalah teknologi informasi sebagai mediator/perantara dalam hubungan tersebut. Teknologi informasi sudah menjadi elemen penting dalam pencapaian tujuan organisasi untuk mengatasi ketidakpastian lingkungan. Keberadaan teknologi informasi sangat diperlukan untuk menciptakan respon struktural yang diinginkan pihak manajemen dalam mengantisipasi adanya perubahan lingkungan.

           Literatur kontemporer juga memberikan pengetahuan yang terbatas mengenai dampak teknologi informasi yang secara sempit menekankan pada sifat deterministik dari keterkaitan antara teknologi informasi dengan organisasi perusahaan. Orlikowski dan Baroudi (1991) dalam Darma, G.S (2000) menyatakan bahwa akan muncul perspektif yang lebih baru yang mendorong dilakukannya penyelidikan terhadap interaksi yang tengah berlangsung antara teknologi informasi dan organisasi. George dan King (1991) dalam Tjakrawala (2002) berpendapat bahwa pada tahun-tahun awal kehadiran pemrosesan data, banyak peneliti menganggap bahwa teknologi informasi sebagai faktor utama penentu organisasi yang mempengaruhi rancangan struktur organisasi secara bersamaan pada ukuran organisasi, teknologi produksi dan lingkungan. Masalah utama dalam meneliti hubungan teknologi informasi dengan struktur organisasi adalah bagaimana memperlakukan teknologi informasi sebagai variabel penelitian. Lebih lanjut George dan King (1991) dalam Tjkrawala (2002) menyatakan bahwa peran teknologi informasi adalah sebagai penunjang atau pendorong bagi perusahaan sehingga penting untuk mempertimbangkan teknologi informasi sebagai variabel moderating terhadap hubungan antara variabel lingkungan dengan struktur organisasi. Berbeda dengan George dan King, Lee dan Grover (2000) menempatkan teknologi informasi sebagai mediator (variabel intervening) dalam hubungan antara atribut lingkungan dengan atribut struktur organisasi dengan membuat dua asumsi fundamental yang berkenaan hubungan antara teknologi informasi dan struktur organisasi. Terdapatnya perbedaan dalam menempatkan teknologi informasi sebagai variabel (moderating ataukah intervening) dan belum konklusifnya hasil yang berkaitan dengan peran teknologi informasi, maka artikel ini mencoba untuk menelaah/mengkaji kembali peran teknologi informasi dalam hubungan antara struktur organisasi dengan lingkungan. Untuk menelaah mengenai masalah diatas, dilakukan telaah teori dan kajian terhadap hasil penelitian-penelitian sebelumnya yang relevan.

B. KAJIAN TEORI

1. Teori Kontinjensi



Teori kontinjensi merupakan premis untuk menjelaskan variasi yang terjadi dalam struktur organisasi. Beberapa penelitian menyatakan bahwa desain organisasi adalah kontinjen atau tergantung pada ketidakpastian lingkungan. Teori kontinjensi dalam arti luas menyatakan bahwa keefektifan organisasi merupakan suatu fungsi kesesuaian antara sistem dan lingkungan dimana suatu organisasi tersebut beroperasi (Duncan dan Moores, 1989). Efektifitas dari suatu sitem ditentukan oleh sejauhmana faktor-faktor kontekstual mempengaruhi persyaratan kondisional dari suatu sistem. Artinya bahwa sistem yang semakin konsisten dengan faktor-faktor kontekstual akan semakin efektif sistem tersebut, begitu pula sebaliknya. Sehingga, dapat dikatakan bahwa konsep sentral dari teori kontinjensi adalah kesesuaian (Drazin dan Van de ven, 1995) dalam Fisher (1998). Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa efektif tidaknya suatu organisasi dipengaruhi oleh tingkat kesesuaian antara sistem organisasi tersebut dengan lingkungannya.


Lingkungan merupakan salah satu variabel yang kontinjen, artinya bahwa bahwa didalam lingkungan itu sendiri dipenuhi oleh kondisi ketidakpastian. Gordon dan Miller (1976) dalam Imam Ghozali (1995) membuat konsep mengenai variabel yang kontinjen yaitu lingkungan, karakteristik organisasi dan gaya pengambilan keputusan. Variabel-variabel kontinjen tersebut digunakan untuk mendesain sistem informasi akuntansi. Waterhouse dan Tiessen (1978) dalam Imam Ghozali (1995) mengajukan konsep untuk mengidentifikasi kebutuhan pengendalian pada berbagai tipe organisasi dan implikasinya terhadap sistem akuntansi manajemen dengan dua variabel utama yaitu lingkungan dan teknologi. Otley (1980) dalam Mardiyah (2000) berpendapat bahwa justifikasi penerapan teori dalam sistem informasi akuntansi adalah penting dalam efek teknologi, efek struktur organisasi dan efek lingkungan. Fiesher (1998) berpendapat bahwa kesesuaian antara sistem kontrol dengan variabel kontinjensi akan meningkatkan kinerja organisasi. Dari beberapa pendapat diatas memberikan gambaran bahwa Struktur organisasi, lingkungan dan teknologi khususnya teknologi informasi merupakan tiga faktor penting yang saling berhubungan dalam peningkatan kinerja dan efektifitas organisasi.

2. Teknologi Informasi dan Akuntansi Manajemen



Istilah sistem informasi meliputi pemanfaatan teknologi informasi bagi para manajer. Teknologi informasi itu sendiri adalah teknologi yang digunakan untuk menghasilkan informasi dan menyebarkannya baik yang bersifat finansial maupun non finansial. Husein dan Wibowo (2000) meyatakan bahwa teknologi informasi berpengaruh terhadap struktur organisasi, cara berbisnis, cakupn organisasi, pekerjaan dan karir dari manajer organisasi. Teknologi informasi berdampak pada berbagai aktivitas manajemen yang berhubungan dengan data dimana elemen utamanya meliputi input/perolehan data, pemrosesan data, penyimpanan data dan perolehan kembali data yang menjadi hal yang sangat penting bagi organisasi. King et al (1991) dalam Ashton (1991) menyatakan bahwa kemajuan teknologi informasi memungkinkan lebih banyak data dapat dikumpulkan dengan cepat dalam lokasi yang jauh sekalipun, memungkinkan peningkatan jumlah data yang disimpan siap diakss, menyebabkan data yang dapat diproses, dimodifikasi an ditampilkan kembali secara cepat serta memungkin manajemen memperoleh kembali data dari lokasi yang jauh dengan cepat tanpa adanya perantara.



Teknologi informasi akhir-akhir ini telah menjadi isu penting dalam akuntansi manajemen. Akuntansi manajemen secara tradisional difokuskan pada score keeping (bagaimana tugas dilakukan dengan baik), attention-directing (masalah mana yang seharusnya diperhatikan), problem solving (alternatif mana yang seharusnya dipilih) dalam tingkatan/hirarki keputusan operasional manajemen (Simon, 1954) dalam Ashton (1991). Shield (1997) dalam Indriantoro (1999) menyatakan bahwa penelitian akuntansi manajemen secara berkelanjutan hendaknya diarahkan pada teknologi informasi untuk mengakomodasi perubahan organisasi dan lingkungan yang relevan. Penelitian tentang akuntansi manajemen yang diarahkan pada teknologi informasi difokuskan pada empat aspek (Ashton et al, 1991) yaitu: bagaimana dampak perkembangan teknologi pada aspek score keeping; aspek attention-directing; aspek problem solving dalam akuntansi manajemen dan dampak perkembangan teknologi informasi pada peran akuntan manajemen. Keuntungan teknologi informasi untuk sistem scare keeping adalah peningkatan produktivitas pekerja pada semua tingkatan proses (input data, proses, penyimpanan data dan perolehan kembali data), akun manajemen bulanan dapat dihasilkan dengan cepat dan meningkatnya penyebaran informasi dan respon terhadap laporan. Teknologi informasi dalam perusahaan digunakan untuk meningkatkan perhatian-arahan (attention-directing) dalam penyediaan laporan.


Penggunaan teknologi informasi dibagi menjadi dua yaitu: digunakan untuk menghasilkan laporan manajemen tentang trend dan penyimpangan secara otomatis dan dapat digunakan untuk mengurangi waktu bagi akuntan manajemen dari fungsi score keeping dan dapat digunakan aspek intepretasi dan analisis sehingga perkembangan teknologi informasi memberikan keuntungan dalam perbaikan kualitas dan percepatan informasi untuk keperluan penyediaan laporan dan analisisnya. Teknologi informasi digunakan oleh akuntan manajemen untuk menganalisis pemecahan masalah (problem solving) dan laporan selanjutnya. Penggunaan komputer untuk problem solving memungkinkan para manajer dapat memperoleh analisis secara spesifik tanpa bergantung pada departemen pelayanan komputer sehingga proses pengambilan keputusan yang dilakukan dapat lebih cepat.

3 . Dampak Teknologi Informasi Bagi Organisasi



Pemanfaatan teknologi informasi merupakan sarana penunjang/pendorong bagi organisasi dalam mencapai tujuan organisasi. Romney (2006) menyatakan bahwa pemanfaatan teknologi informasi didalam organisasi akan mempengaruhi aktivitas-aktivitas/proses bisnis yang terdapat dalam organisasi tersebut. Adapun pengaruh pemanfaatan teknologi informasi dalam organisasi dapat dilihat dari dampak pemanfaatan teknologi informasi pada rantai nilai organisasi (value chain). Pemanfaatan teknologi informasi dalam organisasi dapat meningkatkan akses atas informasi yang akurat dan tepat waktu mengenai status pengiriman; memungkinakan organisasi untuk mengurangi jumlah persedian penyangga (inventory buffer); meningkatkan efisiensi operasi internal perusahaan, khususnya perusahaan-perusahaan berteknologi tinggi (misalnya industri perakitan mobil, komputer, elektronik dan lain-lain); dapat meningkatkan efisiensi dan efektifitas dari kegiatan penjualan dan pemasaran, pembelian, sumber daya manusia serta dukungan layanan purna jual.


Dampak strategis pemanfaatan teknologi informasi bagi organisasi dapat dilihat dari dapat tidaknya teknologi informasi menunjang dan membantu organisasi dalam melaksanakan dan mencapai strategi organisasi secara keseluruhan. Hal tersebut sesuai dengan apa yang dikemukan oleh Romney (2006) bahwa pemanfaaatan teknologi informasi didalam organisasi bukan merupakan strategi dasar dari organisasi tersebut, implementasi teknologi informasi digunakan untuk membantu dalam pencapaian strategi organisasi. Dengan memanfaatkan teknologi informasi, akses terhadap proses bisnis perusahaan dapat dilakukan denga cepat sehingga pengambilan keputusan dapat dilakukan secara lebih cepat dan akurat dan pada akhirnya tujuan organisasi dapat tercapai.

4. Lingkungan



Lingkungan oleh Duncan (1972) dalam Susanti (2002) didefinisikan sebagai totalitas faktor sosial dan fisik yang berpengaruh terhadap perilaku pembuatan keputusan seseorang dalam organisasi. Lingkungan, baik lingkungan internal (mudah dikendalikan) maupun lingkungan eksternal (sulit dikendalikan) merupakan faktor penting yanng harus dipertimbangkan bagi perusahaan kerena berpengaruh terhadap operasional perusahaan. Proses perencanaan dan operasional tidak akan mengalami masalah jika lingkungan dalam kondisi stabil tetapi untuk kondisi lingkungan yang penuh ketidakpastian proses perencanaan dan operasional akan mengalami kesulitan. Terdapat dua dimensi utama lingkungan yaitu dinamika lingkungan dan kompleksitas lingkungan (Duncan, 1972) dalam Susanti (2002) dimana kedua dimensi lingkungan tersebut berhubungan erat dengan ketidapastian lingkungan.


Dinamika lingkungan berkaitan dengan tingkat perubahan dalam lingkungan yang tidak dapat diprediksi/tidak menentu. Dess dan Beard (1984) dalam Susanti (2002) menyatakan bahwa lingkungan yang dinamis berhubungan dengan dengan tingkat perubahan, ketiadaan pola dan lingkungan yang tidak dapat diprediksi. Semakin dinamis lingkungan maka semakin besar pula tingkat rasionalisasi dalam proses perencanaan perusahaan. Lingkungan yang kompleks adalah lingkungan yang mencakup heterogenitas dari elemen lingkungan yang relevan atau berpengaruh tehadap suatu operasi perusahaan. Duncan (1972) dalam Susanti (2002) mendefinisikan kompleksitas lingkungan dengan adanya bermacam-macam kekuatan eksternal yang berinteraksi dengan organisasi. Gibbs (1994) dalam Susanti (2002) menggambarkan lingkungan dengan banyaknya jumlah unit yang saling berinteraksi dan tingkatan dimana suatu organisasi harus memiliki pengetahuan yang tinggi mengenai informasi.

5. Struktur Organisasi



Struktur organisasi secara luas didefinisikan sebagai ciri organisasi yang berfungsi untuk mengendalikan dan membedakan semua bagian dalam organisasi. Robins (1990) menyatakan bahwa struktur organisasi mengacu pada bagaimana tugas pekerjaan dibagi, dikelompokkan dan dikoordinasikan secara formal. Struktur organisasi merupakan suatu alat kontrol bagi organisasi yang menunjukkan tingkat pendelegasian wewenang manajer puncak dalam pembuatan keputusan. Beberapa peneliti menyatakan bahwa terdapat empat dimensi teoritis dalam struktur organisasi yaitu dimensi sentralisasi, formalisasi, kompleksitas dan dimansi integrasi. Istilah sentralisasi mengacu pada tingkat mana pengambilan keputusan dipusatkan pada titik tunggal dalam organisasi (Robin, 1990). Sentralisasi merupakan struktur organisasi yang menggambarkan apakah pimpinan puncak dalam organisasi mendelegasikan wewenang atau tidak (Gibson, et al. 1994). Sentralisasi mengacu pada penempatan pengambilan keputusan oleh pusat dimana manajer level bawah kurang berpartisipasi dalam pengambilan keputusan dan hanya sebagai pelaksana dari keputusan yang telah diambil.
Suatu organisasi dikatakan sentralisasi yang luas apabila keputusan tersebut dibuat pada level organisasi yang tinggi (Susanti, 2002). Hage dan Aiken (1967) mendefinisikan sentralisasi sebagai tingkat dan ragam partisipasi dalam keputusan-keputusan strategis oleh kelompok tertentu yang bersifat relative terhadap beberapa kelompok dalam organisasi. Semakin besar tingkat partisipasi oleh kelompok yang berjumlah besar dalam suatu organisasi, maka sentralisasi akan berkurang. Pendekatan yang dilakukan oleh Hage dan Aiken (1967) menekankan pada fakta bahwa kekuasaan dijalankan dengan banyak cara dan ragam dalam organisasi. Van de ven dan Koenig (1976) dalam Lee dan Grover (2000) mendefinisikan sentralisasi sebagai lokus otoritas pembuatan keputusan dalam organisasi. Dalam situasi yang sangat tersentralisasi, manajer level bawah tidak dipercaya untuk membuat keputusan atau mengevaluasi tindakan mereka sendiri. Dari beberapa pendapat diatas diperoleh gambaran yang jelas bahwa yang dimaksud dengan sentralisasi adalah salah satu dimensi struktur organisasi yang berkaitan dengan proses pengambilan keputusan dan pendelegasian wewenang dalam organisasi.


Kondisi tersentralisasi jika pimpinan manajer puncak dalam proses pengambilan keputusannya dibuat oleh puncak manajemen itu sendiri tanpa adanya partisipasi dari manajer dibawahnya. Demikian pula dengan pendelegasian wewenang pada manajemen level bawah kurang artinya bahwa manajer level bawah kurang dipercaya untuk menjalankan wewenangnya dan mengevaluasi tindakannya. Formalisasi mengacu pada sampai tingkat mana pekerjaan-pekerjaan dalam organisasi dibakukan atau distandarkan (Robin, 1990). Tingkat formalisasi yang tinggi dalam suatu organisasi dicirikan dengan adanya uraian jabatan (job description) yang eksplisit; banyaknya aturan organisasi dan prosedur yang terdefinisi dengan jelas, yang meliputi proses kerja dalam organisasi. Sebaliknya yang dimaksud tingkat formalisasi rendah apabila perilaku kerja relatif tidak terprogram dan karyawan mempunyai kebebasan untuk menjalankan tugasnya. Hall (1972) dalam Susanti (2002) berpendapat bahwa formalisasi merupakan aturan-aturan dan prosedur-prosedur yang didesain untuk mengatasi kontinjensi yang dihadapi oleh organisasi. Formalisasi juga merupakan tingkat dimana suatu organisasi menggunakan peraturan dan prosedur tertulis untuk menentukan perilaku karyawannya (Gibson, 1985) dalam Susanti (2002). Hage dan Aiken (1967) menyatakan bahwa organisasi dengan pekerjaan-pekerjaan rutin lebih cenderung memiliki formalisasi peran-peran organisasi yang lebih besar. Hal ini dikarenakan organisasi tersebut cenderung berada pada tujuan-tujuan yang tidak rutin sebagai bagian dari keseluruhan rutinitas kesatuan. Bedein dan Zammuto (1991) dalam Susanti (2002) berpendapat bahwa organisasi yang menggunakan hardware dan software dari suatu proses produksi untuk peraturan, kebijakan dan prosedur dari standarisasi kerja maka organisasi yang menggunakan teknologi baru tersebut berkurang kebutuhannya terhadap peraturan, kebijakan dan prosedur untuk mengkoordinasikan dan mengendalikan perilaku karyawan. Pendapat-pendapat diatas mengemukakan bahwa formalisasi berkaitan dengan aturan-aturan, kebijakan-kebijakan dan prosedur-prosedur yang dibuat oleh perusahaan untuk mengatasi ketidakpastian yang dihadapi perusahaan dan menentukan perilaku dari karyawannya. Tinggi rendahnya tingkat formalisasi dalam organisasi ditentukan oleh banyak tidaknya aturan, kebijakan dan prosedur yang dibuat perusahaan yang berkaitan dengan proses kerja dalam oranisasi.


Kompleksitas struktural mengacu pada tingkat perbedaan sub-sub unit/ fungsi berdasarkan tujuan, orientasi tugas, rentang waktu dan tingkat otonominya. Ramamurty (1990) dalam Lee dan Grover (2000) mengartikan kompleksitas struktural sebagai jumlah dan variasi dari strategi pemasaran, teknologi dan produk dimana organisasi perusahaan tersebut berinterksi. Gibson et. Al (1994) menyatakan bahwa kompleksitas merupakan akibat langsung dari adanya pembagian kerja dan pembentukan departemen, artinya bahwa suatu organisasi dengan berbagai jenis pekerjaan unit akan menimbulkan masalah manajerial yang lebih rumit jika dibandingkan dengan organisasi yang memiliki sedikit jenis pekerjaan dan unit. Kompleksitas struktural berkaitan dengan banyak sedikitnya pembagian kerja dan pembentukan departemen dalam suatu organisasi. Semakin banyak pembagian kerja dan pembentukan departemen suatu organisasi maka semakin banyak pula pekerjaan dan unit yang harus ditangani suatu organisasi sehingga menimbulkan masalah manajerial yang lebih rumit dibandingkan dengan organisasi yang memiliki sedikit pekerjaan dan unit.
Integrasi mencerminkan/merefleksikan tingkat koordinasi antara aktivitas-aktivitas organisasi yang berlainan melalui mekanisme koordinasi yang formal (Miller dan Friesen, 1982) dalam Lee dan Grover (2000). Lawrence dan Lorsch (1967) dalam Robbins (1990) menyatakan bahwa integrasi merupakan gabungan dari beberapa unit interdependen atau departemen yang dibutuhkan untuk mencapai usaha unit dan merupakan tipikal organisasi yang digunakan termasuk aturan dan prosedur, rencana-rencana formal, hirarki otoritas dan komite pembuatan keputusan. Chia (1995) dalam Muslichah (2002) menyatakan bahwa integrasi merupakan alat koordinasi antar segmen dari sub unit dan antar unit dalam organisasi.












6. Teknologi Informasi



Teknologi informasi adalah teknologi yang digunakan untuk menghasilkan informasi. Teknologi informasi teknologi komputer (computing technology) dan teknologi komunikasi (communication technology) yang digunakan untuk memproses dan menyebarkan informasi baik itu yang bersifat finansial atau non finansial (Bodnar dan Hopwood, 1995). Sehingga dapat dikatakan bahwa teknologi informasi adalah segala cara atau alat yang yang terintegrasi yang digunakan untuk menjaring data, mengolah dan mengirimkan atau menyajikan secara elektronik menjadi informasi dalam berbagai format yang bermanfaat bagi pemakainya. Implementsi teknologi informasi dalam perusahaan diharapkan dapat menunjang kemampuan organisasi dalam mengatasi ketidakpastian lingkungan. Pfeifer dan Leblebici (1977) dalam Markus dan Robey (1988) menyatakan bahwa pada saat organisasi menghadapi lingkungan yang sangat kompleks dan terus berubah, maka teknologi informasi merupakan suatu keharusan dan dibutuhkan. Senada dengan pendapat diatas, Huber (1984) dalam Markus dan Robey (1988) juga mengemukakan bahwa kebutuhan akan kapasitas pengolahan informasi meningkat jika lingkungan menjadi serba tidak menentu dan kompleks. Lebih lanjut Huber membedakan teknologi informasi menjadi dua yaitu teknologi komputasi (computing technology) dan teknologi komunikasi (communication technology) yang dkenal dengan istilah teknologi “C-kuadrat”. Teknologi komputasi adalah gabungan dari sistem informasi manajemen (MIS), sistem pengetahuan (knowledge system) dan desicion support system (DSS). Sedangkan teknologi komunikasi adalah mencakup semua teknologi yang berkaitan dengan teknologi jaringan yang digunakan untuk komunikasi yaitu LAN (Local Area Network), WAN (Wide Area Network), E-mail, Voice-mail, Radiophones, Videotext dan E-conference.


Keen (1986) dalam Tjakrawala (2002) mendukung pendapat dari Huber dengan menyebutkan tiga perbedaan antara teknologi komputasi dengan teknologi komunikasi yaitu : teknologi komunikasi terkait dengan faktor-faktor perubahan usaha yang baru dan kompleks; teknologi komunikasi pada dasarnya adalah teknologi pemampu/enabling technology yang menyediakan sistem informasi yang canggih dan teknologi komunikasi dan keekonomisannya mengalami pertumbuhan yang sangat pesat dan berdampak pada organisasi. Grover dan Teng (1996) berpendapat bahwa untuk memisahkan/membedakan secara tegas antara teknologi komputasi dan teknologi komunikasi akan mengalami kesulitan. Perbedaan yang mendasar diantara keduanya, teknologi komunikasi dapat mengurangi biaya dan waktu untuk meyampaikan informasi tentang lingkungan eksternal, sedangkan teknologi komputasi memberikan pemahaman yang lebih baik mengenai lingkungan eksternl itu sendiri dan memberikan organisasi kemampuan untuk
menangani lingkungan yang lebih kompleks (melalui fungsi computing technology yaitu meringkas dan menganalisis).



C. PENELTIAN-PENELITIAN SEBELUMNYA

1. Penelitian Tentang Hubungan Antara Lingkungan Dan Struktur Organisasi



Literatur terdahulu telah banyak membahas hubungan antara struktur organisasi dan lingkungan. Berdasarkan teori kontinjensi, Burn dan Stalker (1961) dalam Mardiyah (2000) meneliti struktur organisasi dan praktek manajemen yang tepat untuk kondisi lingkungan tertentu. Kondisi lingkungan yang diuji meliputi perubahan dalam ilmu teknologi dan pasar produk dari 20 task environment perusahaan manufaktur di Inggris. Hasilnya mengidentifikasi dua sistem yang berbeda dalam praktek manajemen yaitu sistem organis (dengan ciri-ciri: memiliki struktur yang fleksibel, tugas-tugas diterapkan dengan longgar dan komunikasi lebih menyerupai konsultasi pemberian perntah) yang lebih tepat untuk lingkungan yang tidak stabil. Sistem yang lain adalah sistem mekanis yang tepat untuk lingkungan yang stabil. Ciri-ciri system mekanis adalah adanya spesialisasi fungsi yang berbeda, tugas didefinisikan dengan tepat dan dapat dipertanggungjawabkan dan adanya rangkaian komando yang diterapkan dengan baik.



Lawrence dan Lorch (1967) dalam Robbins (1990) mengembangkan penelitian dari Burn dan Stalker dengan menggunakan 10 perusahaan di Amerika dalam berbagai tingkat efektifitas ekonomi pada tiga lingkungan industri yang berbeda. Mereka berargumen bahwa suatu organisasi dengan task environment yang tidak pasti akan cenderung membagi kegiatannya kedalam sub unit dan masing-masing akan berkonsentrasi pada bagian khusus dari lingkungan tugasnya (task environment). Lingkungan yang dinamis dan tidak pasti, akan menjadikan organisasi percaya pada departemen organisasi formal untuk mengkoordinasikan kegiatan sub unit. Sedangkan pada lingkungan yang lebih stabil dan lebih pasti, organisasi akan menggunakan pengawasan manajemen melalui rantai komando yang formal.



Beberapa penelitian seperti Tung (1979); Burn dan Stalker (1961); Chandler (1977); Lawrence dan Lorsch (1967); Wordward (1965) dan Thompson (1967) dalam Lee dan Grover (2000) telah menguni hubungan antara dinamika lingkungan dan atribut formalisasi struktur organisasi. Hasil penelitian mereka membuktikan bahwa semakin dinamis lingkungan semakin berkurang formalisasi struktur organisasinya. Hal itu bermakna bahwa dinamika lingkungan berpengaruh negatif formalisasi struktur organisasi. Hubungan antara dinamika lingkungan dan atribut kompleksitas struktur organisasi diteliti oleh beberapa peneliti antara lain Burn dan Stalker (1961); Chandler (1977); Duncan (1972) dan Mintzberg (1979) dalam Lee dan Grover (2000) yang membuktikan bahwa semakin dinamis lingkungan, semakin kompleks struktur organisasinya. Hal ini berarti bahwa dinamika lingkungan berpengaruh positif terhadap kompleksitas struktur organisasi. Penelitian yang berkaitan dengan hubungan antara dinamika lingkungan dan atribut integrasi struktur organisasi dilakukan oleh beberapa peneliti yaitu Lawrence dan Lorsch (1967); Miller dan friesen (1982) dan Mitzberg (1979) dalam Lee dan Grover (2000). Hasil penelitian mereka menyatakan bahwa semakin dinamis lingkungan maka akan semakin terintegrasi truktur organisasinya. Hal ini bermakna bahwa dinamika lingkungan berpengaruh positif terhadap struktur organisasi.


Penelitian yang dilakukan oleh Galbraith (1973); Mintzberg (1979); Hage dan Aiken (1967) dan Pennings (1973) dalam Lee dan Grover (2000) menguji hubungan antara kompleksitas lingkungan dan atribut sentralisasi struktur organisasi memperoleh hasil bahwa semakin kompleks lingkungan akan semakin berkurang sentralisasi struktur organisasinya, yang bermakna bahwa kompleksitas lingkungan berpengarug negatif terhadap sentralisasi struktur organisasi. Hubungan antara kompleksitas lingkungan dan atribut kompleksitas struktur organisasi telah diuji oleh Thompson (1967); Chandler (1962); dan Mintzberg (1979) dalam Lee dan Grover (2000) yang memberikan hasil bahwa dengan semakin kompleksnya lingkungan, akan semakin kompleks pula struktur organisasinya, sehingga dapat dikatakan bahwa kompleksitas lingkungan berpengaruh positif terhadap kompleksitas struktur organisasi. Hubungan antara kompleksitas lingkunan dan atribut integrasi struktur organisasi telah diuji dalam riset yang dilakukan oleh Galbraith (1973); March dan Simon (1958); Van den Ven (1976); Tushman dan Nadler (1978) dan Mintzberg 91979) dalam Lee dan Grover (2000) yang telah membuktikan bahwa semakin kompleks lingkungan semakin terintegrasi struktur organisasinya, hal ini menandakan bahwa komplseksitas linkungan berpengaruh terhadap integrasi struktur organisasi.



Berdasarkan penelitian penelitian sebelumnya tersebut diatas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa lingkungan mempunyai pengaruh terhadap struktur organisasi dimana pengaruhnya tersebut tergantung pada hubungan antara tiap atribut/dimensi lingkungan dengan atribut/dimensi struktur organisasinya. Dinamika lingkungan berpengaruh negatif terhadap formlisasi struktur organisasi, berpengaruh positif terhadap atribut kompleksitas struktur organisasi dan berpengaruh positif terhadap atribut integrasi struktur organisasi. Atribut kompleksitas lingkungan berpengaruh negatif terhadap sentralisai struktur organisasi, berpengarug positif terhadap kompleksitas struktur organisasi dan berpengaruh positif terhadap integrasi struktur organisasi. Sedangkan hubungan antara atribut dinamika lingkungan dengan sentralisasi struktur organisasi dan hubungan antara atribut kompleksitas lingkungan dengan formalisasi struktur organisasi tidak dapat dijelaskan disini karena tidak adanya dukungan yang kuat dari literatur organisasi dan penelitian sebelumnya.

2. Penelitian Tentang Peran/Pengaruh Teknologi Informasi Dalam Hubungan Antara Lingkungan Dengan Struktur Organisasi.



Penelitian konseptual tentang teknologi informasi dikemukakan oleh Keen (1987), Huber (1990) dan Fidler et.al (1996). Keen (1987) dalam Tjakrawala (2002) menelaah hubunngan antara komunikasi dengan pilihan organisasiyang menhasilkan gagasan bahwa teknologi informasi khususnya teknologi komunikasi dapat dipandang sebagai elemen utama untuk mengelola dan menciptakan perubahan dalam proses untuk mengubah keseluruhan aspek organisasi atau interaksi dari organisasi dengan lingkungannya. Huber (1990) menghasilkan beberapa konsep tentang pengaruh teknologi kontemporer (teknologi informasi) pada desain organisasi, intelegensia dan pembuatan keputusan. Fiedler. Et. Al (1996) mengemukakan bahwa penataan sistem informasi yang memiliki komponen-komponen komunikasi yang kuat akan menunjanng struktur yang integratif.
Lee dan Grover (2000) menguji pengaruh teknologi informasi khususnya teknologi komunikasi sebagai mediator (perantara/intervening) hubungan antara
atribut lingkungan dengan atribut struktur organisasi. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa teknologi komunikasi memegang peranan langsung dan berpengaruh terhadap hubungan antara lingkungan yang dinamis dengan kompleksitas struktural, hubungan antara kompleksitas lingkungan dengan kompleksitas struktural dan hubungan antara kompleksitas lingkungan dengan integrasi.


Tjakrawala (2002) melakukan penelitian yang sejenis, yang merupakan replikasi dari penelitiannya Lee dan Grover (2000) dengan jenis sampel yang sama tetapi lokasinya berbeda yaitu Indonesia. Tjakrawala berhasil mengkonfirmasi hasil penelitian Lee dan Grover (2000) dan bahkan membuktikan secara empiris tiga hipotesis lain yang tidak dapat dibuktikan oleh Lee dan Grover, yaitu teknologi informasi khususnya teknologi komunikasi berkontribusi secara signifikan dan langsung terhadap hubungan antara dinamika lingkungan dengan formalisasi dan integrasi struktur organisasi serta hubungan antara kompleksitas lingkungan dengan sentralisasi struktural.
Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Tjakrawala, Susanti (2002) juga merujuk pada penelitian yang dilakukan oleh Lee dan Grover (2000) tetapi menempatkan variabel teknologi informasi khususnya teknologi komunikasi sebagai moderating variable. Hasil penelitian Susanti (2002) menunjukkan bahwa teknologi informasi khususnya teknologi komunikasi dapat menjadi variabel moderating pada hubungan antara dinamika lingkungan dengan kompleksitas dan formalisasi struktur organisasi dan juga hubungan antara kompleksitas lingkungan dengan kompleksitas struktur organisasi.

          Dari penelitian-penelitian sebelumnya diatas dapat diperoleh gambaran bahwa penelitian yang membahas mengenai pengaruh teknologi informasi dalam hubungan antara lingkungan dengan struktur organisasi dapat dibedakan menjadi dua kelompok. Kelompok pertama adalah penelitian yang menempatkan teknologi informasi sebagai variabel moderating terhadap hubungan antara lingkungan dengan struktur organisasi. Variabel moderating disini bermakna bahwa adanya teknologi informasi akan memperkuat ataukah memperlemah hubungan antara lingkungan dengan struktur organisasi. Dapat dikatakan bahwa teknologi informasi sebagai variabel eksogen yang terlepas dari lingkungan. Sedangkan kelompok kedua adalah penelitian yang menempatkan teknologi informasi sebagai variabel intervening terhadap hubungan antara lingkungan dengan struktur organisasi. Variabel intervening bermakna bahwa teknologi informasi sebagai sarana/perantara hubungan antara lingkungan dengan struktur organisasi. Maknanya adalah teknologi informasi bukanlah merupakan variabel eksogen (terlepas dari lingkungan) tetapi merupakan konsekuensi dari atribut lingkungan sehingga tanpa keberadaan teknologi informasi, adanya perubahan lingkungan akan sulit untuk menciptakan respon struktural yang diinginkan.



Berdasarkan penelitian-penelitian sebelumnya yang sebagian besar menempatkan teknologi informasi khususnya teknologi komunikasi sebagai mediator (intervening) hubungan antara lingkungan dengan struktur organisasi dan berdasarkan perkembangan saat ini, dimana tingkat pemanfaatan/penggunaan teknologi informasi diperusahaan cenderurung tinggi dan merupakan kebutuhan yang penting dalam mengelola aktivitas-aktivitas bisnis perusahaan, maka dapat disimpulkan bahwa teknologi informasi menjadi perantara /mediator hubungan antara atribut lingkungan dengan atribut struktur organisasi. Teknologi informasi sudah menjadi elemen penting dalam pencapaian tujuan organisasi untuk mengatasi
ketidakpastian lingkungan. Keberadaan teknologi informasi sangat diperlukan untuk menciptakan respon struktural yang diinginkan pihak manajemen dalam mengantisipasi adanya perubahan lingkungan. Argumen tersebut diatas sesuai dengan proposis yang dikemukanan oleh Keen (1987) dalam Tjakrawala (2002) bahwa teknologi informasi dapat dipandang sebagai elemen utama untuk mengelola dan perubahan dalam proses-proses usaha untuk mengubah keseluruhan aspek organisasi atau interaksi antara organisasi dengan lingkungannya. Teng et al (1994) juga menyatakan bahwa teknologi informasi merupakan faktor pendorong utama perubahan fundamental proses-proses usaha. Lebih lanjut Lee dan Grover berargumen bahwa bahwa penerapan teknologi informasi akan membawa perubahan bagi struktur organisasi, dengan kata lain keadaan lingkungan mendorong perusahaan berinvestasi dalam teknologi informasi yang selanjutnya termanifestasi dalam perubahan-perubahan struktural organisasi.



3. Hubungan teknologi informasi dengan PMKRI

Dari uraian diatas kita bisa melihat dan menganalisa bagaimana peran teknologi informasi terhadap organisasi. Teori-teori dan pendapat para ahli diatas lebih mengarah kepada organisasi bisnis. Pada kenyataanya hampir semua organisasi di era ini termasuk PMKRI menggunakan teknologi informasi. Hanya pemanfaatan teknologi informasinya yang belum maksimal. Seperti yang tertera di poin 6 diatas bahwa tekonologi informasi adalah teknologi yang digunakan untuk menghasilkan informasi. Sehingga dapat dikatakan bahwa teknologi informasi adalah segala cara atau alat yang yang terintegrasi yang digunakan untuk menjaring data, mengolah dan mengirimkan atau menyajikan secara elektronik menjadi informasi dalam berbagai format yang bermanfaat bagi pemakainya.Dalam hal ini sebagian besar sudah digunakann oleh PMKRI,Misalnya melalui media sosial dan media elektronik.
Teknologi informasi terdiri atas teknologi komputer (computing technology) dan teknologi komunikasi (communication technology) yang digunakan untuk memproses dan menyebarkan informasi.
Penerapan teknologi informasi didalam tubuh PMKRI sangat penting demi menunjang dan mempermudah pengelolaannya. Terkait hal ini dijelaskan pada poin2; Teknologi informasi berdampak pada berbagai aktivitas manajemen yang berhubungan dengan data, dimana elemen utamanya meliputi input/perolehan data, pemrosesan data, penyimpanan data dan perolehan kembali data secara elektronik yang menjadi hal yang sangat penting bagi organisasi. kemajuan teknologi informasi memungkinkan lebih banyak data dapat dikumpulkan dengan cepat dalam lokasi yang jauh sekalipun, memungkinkan peningkatan jumlah data yang disimpan siap diakses, menyebabkan data yang dapat diproses, dimodifikasi dan ditampilkan kembali secara cepat serta memungkin presidium memperoleh kembali data dari lokasi yang jauh dengan cepat tanpa adanya perantara. Hal ini memudahkan pengurus pusat mengkoordinir pengurus cabang dan ketua presidium mengkoordinir staf dan anggotanya. Selain itu kinerja pengurus lebih transparan karena data dapat diakses dimana saja oleh anggota.
Didalam teknologi informasi erat kaitannya dengan DBMS (database management sistem). Penerapan DBMS didalam tubuh PMKRI,tidak kalah pentingnya. Selain pengolalaan data yang terstruktur dan diakses secara onlie.Database anggota sangat diperlukan, didalamnya terdapat biodata lengkap anggota. Hal ini mempermudah anggota berinteraksi dengan anngota lainnya termasuk senior dan alumni dari masa ke masa. Tentunya bermanfaat untuk menambah wawasan dan perluasan jaringan serta memperat hubungan antar anggota.



D. KESIMPULAN



Peran teknologi informasi dalam hubungan antara lingkungan dengan struktur organisasi adalah teknologi informasi sebagai mediator/perantara hubungan antara atribut lingkungan dengan atribut struktur organisasi. Teknologi informasi dapat ditempatkan/ diperlakukan sebagai variabel mediating (intervening) dalam hubungan antara atribut lingkungan dengan atribut struktur organisasi karena tingginya tingkat pemanfaatan/penggunaan teknologi informasi diperusahaan dan penerapan teknologi informasi merupakan kebutuhan yang penting dalam mengelola aktivitas-aktivitas bisnis perusahaan Teknologi informasi sudah menjadi elemen penting dalam pencapaian tujuan organisasi untuk mengatasi ketidakpastian lingkungan. Keberadaan teknologi informasi sangat diperlukan untuk menciptakan respon struktural yang diinginkan pihak manajemen dalam mengantisipasi adanya perubahan lingkungan.

Catatan:
-          Secara teoritik saya tidak mengubahnya cuma beberapa kata-kata bahasa asing yang perlu di beri huruf miring

-          Kemudian mungkin ini menjadi tambahan pada materi. Pertanyaannya adalah apa yang kaitannya PMKRI sama teknologi informasi? Pertanyaan tuntunan, pada bagian mana teknologi informasi dapat masuk ke dalam tubuh PMKRI?